Penulis sengaja memilih judul ini “MEMILIH GURU NGAJI” karena menurut penulis ini sangat penting untuk diketahui oleh semua orang Islam.
Yang penulis maksud dengan guru ngaji disini adalah guru yang mengajarkan tentang ketauhidan kepada Allah SWT, karena dari nabi Adam AS sampai nabi Muhammad SAW semuanya membawa misi tentang mentauhidkan atau mengesakan Allah SWT.

Salah dalam memilih guru ngaji kemungkinan salah pula dalam melangkah kedepan untuk bersikap dalam beragama.

Tentang keinginan belajar ilmu agama selain ilmu tauhid misal ilmu syariat/ilmu fiqih, ilmu nahwu, ilmu bahasa arab, ilmu hadist dan lain-lain, silahkan saja belajar ke ustad atau kyai kebanyakan. Untuk belajar ilmu syariat/ilmu fiqih umumnya tidak terlepas dari mazhab empat imam, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Hambali dan Imam Syafei.

Mana yang lebih didahulukan, belajar ilmu tauhid atau ilmu agama yg lainnya?
Kalau bisa semuanya, seandainya tidak bisa maka harus mendahulukan belajar ilmu tauhid. Karena belajar ilmu tauhid hukumnya lebih wajib daripada wajib yang lainnya.
Allah SWT berfirman dalam AlQur’an “….dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. 4:48)
Sedangkan lawan dari syirik adalah tauhid dan dari sini terlihat jelaslah bahwa tauhid menempati urutan pertama dibanding dengan ilmu yg lainnya.

Dari ilmu tauhid ini akan melahirkan/menurunkan ilmu adab, ilmu tatakrama, ilmu sopan santun, ilmu akhlaq, seperti hadist nabi : “dan tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan kesempurnaan akhlak” (HR. Bukhori Muslim)
dalam hadist lainnya nabi bersabda, bahwa seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya ( HR. At Tirmidzi )

Ilmu akhlak dibagi dua yaitu akhlak makhluk kepada penciptanya (Hablum Minallah) dan akhlak makhluk kepada makhluk yg lainnya.

Dari ilmu akhlak/adab/tatakrama/sopansantun ini akan melahirkan ilmu syariat/ilmu fikih. Ilmu syariat seperti sebuah SOP (Standard Operating Prosedur) atau sebuah tatacara yang dibakukan untuk melakukan sesuatu hal yg berhubungan dengan agama dan cara menjalankan SOP tersebut harus sudah dicontohkan oleh Rosulullah SAW. Misalkan kalau ingin sholat maka tatacaranya (SOPnya) harus begini dan begitu, anggota badan, pakaian dan tempat harus bersih dan suci, dll. Itu semua sebetulnya adalah menggambarkan sebuah adab atau tatakrama sopan santun untuk menghadap kepada sang Pencipta.

Ok, kita kembali ke masalah guru tauhid.
Lantas bagaimana kriteria dalam memilih guru ngaji tauhid?

Dalam memilih guru ngaji disini penulis menggunakan metode “ILMU SANAD HADIST”

Kalau kita perhatikan dalam periwayatan sebuah hadist nabi, disana ada sebuah sanad atau mata rantai yang menghubungkan antara pembaca/pengamal hadist dengan Rosulullah Nabi Muhammad SAW.

Contoh sebuah sanad/mata-rantai hadist adalah ( tentang niat) :

Alhamidi Abdullah bin Zubair menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: Sufyan telah menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: yahya bin Sa’id Al-Anshari telah menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: Muhammad bin Ibrahim at-Taimiy telah memberitahukan kepadaku ia telah mendengar Al-Qamah bin Waqash dari Umar bin al-Khatab r.a. berkata di atas mimbar (jum’at): Saya telah mendengar Rasullah SAW. Bersabda: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung kepada niatnya dan seseorang itu hanya akan mendapatkan (sesuatu) sesuai dengan niatnya.Siapa melakukan hijrah untuk memperoleh dunia maka ia akan memperolehnya, atau demi wanita maka ia akan menikahinya,…. (Hadist Riwayat Bukhari).

Kalau ditulis lebih sederhana sanad/mata rantai hadist diatas adalah sebagai berikut:

Al-Bukhari =► Alhamidi Abdullah bin Zubair =► Sufyan =►Yahya bin Sa’id Al-Anshari =► Muhammad bin Ibrahim at-Taimiy =► Al-Qamah bin Waqash =► Umar bin al-Khatab r.a =► Rosulullah Nabi Muhammad SAW.


Hadist tentang NIAT diatas adalah shahih, artinya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung.
b. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak
baik,tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
c. Matan (redaksi dari hadits)-nya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tdk ada sebab tersembunyi atau tdk nyata yg mencacatkan hadits.

LANTAS APA HUBUNGAN ANTARA HADIST DENGAN MEMILIH GURU NGAJI/TAUHID?

Ya, ada hubungannya yaitu menyangkut masalah SANAD. Kalau di ilmu hadist ada sanad (mata rantainya bersambung ke Rosulullah SAW) maka dalam memilih guru ngaji harus ada sanadnya juga (mata rantai guru ngaji yang bersambung kepada Rosulullah Nabi Muhammad SAW)
Misal guru tauhid a (guru ngaji yg masih hidup) dari guru tauhid b dari guru tauhid c dari guru tauhid d dan seterusnya sampai bersambung ke Rasulullah SAW. Rasulullah SAW dari ALLAH SWT melalui perantara Malaikat Jibril AS.

Mata rantai bisa juga terbentuk ketika seseorang mengalami sebuah perjalanan spiritual bertemu dengan Rosulullah SAW, sehingga membentuk sebuah mata rantai baru dan ini bisa saja terjadi kapan saja dan di daerah mana saja.

Jumlah guru ngaji tauhid yang sanadnya nyambung ke Rosulullah SAW tsb setiap waktunya (setiap jamannya) berjumlah sama dengan jumlah para sahabat Nabi SAW. Jika salah satu dari mereka ada yang meninggal dunia maka Allah SWT akan segera menggantinya dengan lainnya.

Jumlah sahabat Nabi SAW sama dengan jumlah para Nabi.
Jumlah para Nabi menurut hadist adalah 124.000 (seratus dua puluh empat ribu)

Dari Abi Dzar :ia berkata : "Saya bertanya, wahai Rasulullah berapa jumlah nabi?". Beliau menjawab, "Jumlah nabi sebanyak 124.000 orang, di antara mereka yang termasuk rasul sebanyak 315 orang" (H.R. Ahmad).
Disebutkan bahwa para Sahabat Nabi SAW berjumlah 124 ribu orang. Dan Sahabat yang paling terakhir meninggal dunia adalah Abu at-Thufail Amir bin Waatsilah al-Laitsi. Sebagaimana yang ditegaskan oleh imam Muslim, beliau meninggal pada tahun 100H, dan ada yang mengatakan pada tahun 110 H.(dikutip dari Keutamaan dan Hak-Hak Para Sahabat, Abdullah bin Sholeh Al-Qushair, Cetakan Islamic Da'wah, hal 8-9)

Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR: Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud.).
Dari hadist diatas dikatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi, sedangkan jumlah Nabi ada 124.000 orang. Jadi seorang ulama bisa saja mewarisi ilmunya Nabi Ibrahim AS, Nabi Khidir AS, Nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW (sudah pasti) dan lain-lain.

Selanjutnya penulis berpendapat bahwa jumlah ulama/guru ngaji tauhid yg sanadnya bersambung ke Nabi Muhammad SAW pada setiap waktu adalah berjumlah 124 ribu orang. Mereka menyebar keseluruh dunia oleh karena itu carilah salah satu dari mereka agar diri kita tersambung ke Rosulullah SAW melalui mereka.

Ibarat aliran listrik, Allah SWT sebagai pembuat pembangkit listriknya (pembuat generatornya), Rosulullah SAW bertindak sebagai pembangkit listriknya (generatornya), guru ngaji tauhid bertindak sebagai jaringan distribusi listriknya (trafo dan kabel listriknya) sedangkan kita-kita ini adalah bertindak sebagai pelanggan/konsumen/pemakai aliran listrik tsb.

Dengan menyambungkan diri kita ke salah satu guru ngaji tsb maka insyaAllah lampu yg ada dihati kita akan menyala karena teraliri listrik dari Rosulullah SAW melalui kabel guru ngaji tauhid tsb (waAllahu ‘alam). Setiap guru ngaji tauhid tidak serta merta menjadi guru ngaji tauhid. Mereka semacam ada surat tugas (amanah) dari Rosulullah SAW melalui sebuah perjalanan spiritual. Yg dimaksud perjalanan spiritual disini bisa saja ketika seseorang itu sedang tidur atau dengan kondisi lainnya.
Dalam sebuah hadist Nabi dikatakan : Barangsiapa melihatku di dalam tidurnya, maka ia sungguh telah melihatku, karena syetan tidak dapat menyerupaiku. (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya syetan tidak bisa menyerupaiku.” (HR, Tirimidzi)

Mungkin dalam hati para pembaca akan timbul beberapa pertanyaan antara lain :
1. Bagaimana kita tahu bahwa orang dalam mimpi tsb adalah Rasulullah SAW, sedangkan
kita bukanlah seorang sahabat Nabi atau keluarga Nabi yg memang secara fisik
sudah pernah bertemu dengan Rasulullah SAW ?
2. Apakah tidak mungkin syetan/iblis mengaku-aku dirinya Rasulullah SAW dengan
merubah bentuk menjadi seorang manusia kemudian menampakkan kepada orang awam
sedangkan secara fisik/rupa/bentuknya sebetulnya jauh dari fisik/rupa/bentuk
Rasulullah SAW ?

Orang yg mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW biasanya dalam mimpinya ada sebuah petunjuk yang memberitahu bahwa orang itu adalah Rasulullah SAW, petunjuk itu datangnya bisa dari dalam hatinya (hatinya melihat dan berkata) bahwa orang itu adalah Rasulullah SAW. Dalam AlQur’an surat An-Najm ayat 11 dikatakan “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”.

Menurut QS. An-Najm ayat 11 diatas dapat dikatakan bahwa apa-apa yg dilihat/didengar/dikatakan oleh hati itu memang benar adanya, baik orang itu dalam keadaan terjaga maupun sedang tidur. Yang penulis maksud hati disini adalah hati nurani bukan hati sanubari. Hati nurani bersumber dari NUR (cahaya Ilahi) sedangkan hati sanubari bersumber dari bisikan sifat syetani. Hati nurani mempunyai mata hati, telinga hati dan suara hati.

Pemberitahu lain dari orang yg mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW selain dari hati nurani adalah bisa juga dari seseorang yang menunjukkan kepada pemimpi bahwa orang yg ditunjukkan itu adalah Rasulullah SAW atau bisa juga Rasulullah SAW sendiri yang memberitahu kepada pemimpi bahwa dia adalah Rasulullah SAW dan hati nurani si pemimpi membenarkannya. WaALLAHU ‘alam bissowab.

Penulis mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan artikel ini,(sambil direvisi)

Post a Comment